Generasi Qur'ani

Generasi Qur'ani

Pages

Selasa, 28 Juli 2015

JAKARTA - Menurut MUI, penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Hal tersebut dihasilkan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V Tahun 2015, Komisi B2 Masail Fiqhiyyah Mu’ashirah (masalah fikih kontemporer) tentang panduan Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan. Demikian kami kutip dari situs resmi mui.or.id, Senin (27/7/2015).
Menurut MUI, kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan mempertimbangkan tingkat urgensi kesehatan termasuk menjalankan amanah UUD 1945, maka Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dianggap telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kemudahan akses masyarakat pada fasilitas kesehatan. Di antaranya adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
Namun, setelah diperhatikan, secara umum program BPJS Kesehatan -program yang termasuk modus transaksional yang dilakukan oleh BPJS itu, khususnya BPJS Kesehatan- belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antar para pihak. Hal itu dilihat dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan beberapa literatur.
Secara teknis, konsep BPJS bertentangan dengan syar’i karena apabila terjadi keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah, maka dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja. Sementara keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan hukum, MUI merekomendasikan pada halaman 56 Ijtima Ulama V Tahun 2015 tersebut bahwa, “Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.”
Sebagai solusinya, MUI mendorong pemerintah “Untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.”
Oleh karena itu, kita selaku Muslim harus berhati-hati dalam menerima kebijakan pemerintah, sehingga tidak menyalahi Syari’at yang sudah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan. (dikutip dari arrahmah.com)

Rabu, 29 Oktober 2014

Kuliah Informal Ekonomi Islam (KIEI) ke 1


Sebagai bukti atas kecintaan kepada Rosululloh SAW, keluarga besar KSEI-FSQ Fakultas Ekonomi dan Bisnis menyelenggarakan Kuliah Informal Ekonomi Islam (KIEI) . Kegiatan ini di bentuk agar Mahasiswa dapat memahami dan mengerti dengan Ekonomi Islam sebab ilmu tersebut tidak di jadikan rujukan utama dalam perekonomi sekarang ini.

Acara kali ini diadakan pada hari Selasa, 28/10/2014, jam 16.00 di ruang 6 FEB Unlam. Alhamdulillah , Walaupun saat sore hari lelah dan kecapian sudah memuncak setelah kuliah mulai pagi, namun tidak mengurangi semangat para peserta untuk menghadiri kuliah yang Allah ridhoi ini.

Pertemuan pertama diawali dengan materi “Pengatar Ekonomi Islam” oleh dosen pengajar Rahaman Fauzan. MT (Master Industrial Strategic Management dan Direktur Klinik Bisnis Syariah). Pembelajaran pengatar Ekonomi Islam kali ini adalah:
- Menjelaskan tentang Ekonomi Islam
- Istilah-istilah Ekonomi
- Kegitan-kegitan Ekonomi (Produksi, Konsumsi dan Distribusi)
- Bidang Ekonomi :
a. Ilmu Ekonomi (Memperbanyak jumlah dan menjaga pengedaanya [Faktor produksi)
b. Sistem Ekonomi (Tatacara distribusi kekayaan di tengah masyarakat [Konsep dan Pemikiran Ekonomi)
- Masalah-masalah Ekonomi
Menurut Islam, Masalah Ekonomi yang sebenarnya terletak pada masalah distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
- Solosinya
a. Pemecahannya dengan menjamin pemenuhan setiap warga negara, sehingga pusat perhatian pada manusianya bukan barang yang diproduksi
b. Pengaturan Ekonomi pada masalah perolehan kekayaan (Kepemilikan) pengelolaannya dan distribusi kekayaan.

Kira kira pukul 17.45, Materi terkait pengatar Ekonomi Islam sudah banyak di sampaikan serta para peserta sangat antusias mendengarkan penjelasan materi dari Ust. Rahman Fauzan. Acara terakhir adalah Diskusi, Alhamdulillah peserta banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pemaparan yang telah di jelaskan.

Semoga kegiatan ini menumbuhkan generasi-generasi yang peduli dengan problematika umat dan negara terutama dalam bidang ekonomi. Allahu Akbar...!
Salam Ekonom Rab’bani....

Senin, 27 Oktober 2014

Mafia Migas Ada Dari Hulu Sampai Hilir


Penelitian Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamudin Deang, menyebutkan keberadaan mafia minyak dan gas bumi di Indonesia tidak hanya bercokol di industri hulu, namun juga hilir. Sejak undang-undang RI no 22 tahun 2001 tentang minyak dan gak bumi, produksi minyak menurun akibat pemberian kontarak migas pada swasta. Fakta lainya, BP migas ditutup, kekuasaan pertamina tidak lagi, sumur minyak dieksploitasi, investasi bertambah tetapi prosuksi menurun. Menurut Salamudin nilai uang yang di perebutkan di sektor ini mencapai Rp 400 triliun per tahun. Besarnya keuntungan yang bisa diraup membuat oknum-oknom mafia terus bermunculan.

Bermula dari [Sistem Pengurusan Migas] kemudian ke [Swasta] lalu [Privatisasi] menjadi [Liberalisme Migas] akibat dari [Kapitalisme] hanya dengan model pemesahan akut masalah ini, yaitu [Ekonomi Islam].

kita lihat bersama saudaraku, berdasarkan hadist Nabi :
Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola tambang garamnya, lalu beliau memberikannya. Seletah ia pergih ada seorang dari majelis tersebut bertanya : :Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya ? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma'ul'iddun)", Kemudian Nabi bersabda :
"Tariklah tambang tersebut darinya". (HR. At-Tirmidzi)

Salam Ekonom Rabbani...

Sabtu, 11 Oktober 2014

Menerapkan hukum-hukum Allah

Karena Islam yang Allah datangkan bersama Muhammad saw sebagai pengemban risalahnya adalah sebuah sistem kehidupan dan risalah bagi semesta alam, maka negara harus menerapkan dan mengembannya keseluruh dunia.

Islam telah menetapkan negara ini sebagai negara Khilafah, yang memiliki bentuk unik dan pola tersendiri. Sebuah negara yang memiliki format yang berbeda dari seluruh format negara yang ada didunia, baik dalam asas yang menjadi pijakannya, struktur strukturnya, konstitusi maupun perundang undangannya, yang diambil dari al Quran dan Sunnah Rasulullah saw, yang mewajibkan Khalifah dan umat untuk berpegang teguh kepadanya, menerapkannya dan terikat dengan hukum hukumnya, karena seluruhnya adalah syariat Allah, dan bukan peraturan yang berasal dari manusia.

Ketika Ekonomi Islam tidak diterapkan maka syriat Allah tidak dilaksanakan dimuka bumi ini, maka terapkanlah Ekonomi Islam !!

Opsy KSEI FSQ FEB Unlam