Generasi Qur'ani

Generasi Qur'ani

Pages

Kamis, 26 September 2013

Pemilu Lebih Penting ketimbang Ekonomi RI

Gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia belakangan ini membuat pemerintah mengeluarkan paket kebijakan untuk mengatasi hal tersebut. Namun hingga saat ini paket kebijakan tersebut belum berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian RI.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia cukup mengkhawatirkan. Hal ini bisa dilihat dari kondisi nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah dan tingginya harga minyak yang tentu saja menyebabkan defisit anggaran yang terus terjadi dan meningkat."Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih melemah, harga minyak yang tinggi, defisit anggaran ini akan lebih besar, kita sangat harapkan sekali pemerintah bisa serius mengatasi ini, jangan diam," ujar Sofjan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (26/9/2013).Lebih lanjut, Sofjan menyayangkan pemerintah saat ini lebih mementingkan persiapan pemilihan umum (pemilu) untuk calon pemimpin Indonesia yang akan dilaksanakan pada 2014."Kita kan saat ini lebih senang mengatasi dan mempersiapkan pemilu dulu ketimbang mengatasi ekonomi yang seperti ini. Mudah-mudahan saja kita tidak salah pilih lagi," tutup dia. (kie)(wdi)
Saat sekarang politisi sering dimaknai sebatas orang-orang yang bergelut dalam kekuasaan. Mulai dari kepala negara hingga para anggota dewan disebut sebagai politisi. Dalam kenyataannya, mereka yang memproklamirkan diri sebagai politisi lebih beraktivitas dengan memasang iklan di televisi yang menelan biaya ratusan miliar rupiah, menengok rakyat di pasar hanya pada saat menjelang Pemilu atau Pilkada. Di gedung parlemen, bukan merupakan rahasia umum amplop bertebaran di mana-mana. Pengakuan seorang mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat mencengangkan. Menurutnya, bertebarannya amplop Rp 5 juta atau Rp 10 juta di lembaga perwakilan tersebut seperti sang ayah memberi jajan anaknya Rp 1000 sehari. Sudah biasa.  Belum lagi, rame-rame artis dan pelawak masuk parlemen. Para mantan aktivis yang dulu berteriak lantang, kini membagi diri ke dalam berbagai partai. Para politisi hanya menyapa rakyat saat Pemilu/Pilkada sudah merupakan rahasia umum.

Seharusnya Pemerintahan membangun sikap jiwa (nafsiyah). Selain cara berpikir, politisi sejati memiliki sikap jiwa islami (nafsiyah islâmiyyah). Ridha dan bencinya

senang dan susahnya didasarkan pada Islam. Banyak disebutkan dalam berbagai hadis bahwa tidaklah seseorang beriman hingga hawa nafsunya tunduk pada Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw.; lebih mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya daripada mencintai orang tuanya, keluarganya, hartanya, bahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, politisi sulit tergiur oleh kemaksiatan apapun, termasuk suap dan politik uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar