Generasi Qur'ani

Generasi Qur'ani

Pages

Sabtu, 04 Oktober 2014

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Sudah di Depan Mata


Kalender Nasional Indonesia sudah menunjukkan tanggal 1 Oktober 2014, tahun 2015 akan kita temui kurang dari tiga bulan lagi. Dimana akhir tahun 2015 merupakan awal dari diberlakukannya kesepakatan Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean(MEA).

Masyarakat Ekonomi Asean(MEA) merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh negara anggota ASEAN. Cetak Biru MEA tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yang salah satunya adalah “menuju single market dan production base(arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal)”.

Sekarang yang perlu kita pahami adalah apakah kita ‘Indonesia’ sudah siap untuk mengadapi AEC ( Asean Economic Community)?
Saat ini pemerintah Indonesia memang sedang gencar-gencar nya melakukan promosi terhadap program-program yang akan dijalankan untuk membantu masyarakat dalam menghadapi perdagangan bebas 2015. Untuk menghadapi era pasar bebas se-Asia Tenggara itu, Pemerintah dan dunia usaha di Tanah Air tentu memang telah menyusun strategis agar dapat menghadapi persaingan dengan negara ASEAN lainnya, terutama dalam sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM).

Namun bagaimanakah dengan kualitas SDM yang dimilik Indonesia, berikut beberapa komentar dan pendapat tentang permasalahan SDM Indonesia dalam menghadapi MEA:
Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan menyebutkan salah satu faktor hambatan utama bagi sektor Koperasi dan UKM untuk bersaing dalam era pasar bebas adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaku KUKM yang secara umum masih rendah. (Jakarta, ANTARA News)
Lalu, dari Menteri Perdagangan Muhammad Luthi juga mengakui sebanyak 85% orang Indonesia saat ini mengerti tentang Asean, tetapi hanya 5% dari mereka paham dengan MEA. “Ini memang problem,” kata Lutfi.. (SRIPOKU.COM, JAKARTA)
Ketua Apindo(Asosiasi Pengusaha Indonesia) Jabar Dedy Widjaja menyatakan persoalan SDM saat ini sangat kompleks karena kurangnya keahlian sesuai tuntutan pasar. Sehingga saat ini banyak pekerja dari luar seperti Vietnam yang membidik Indonesia untuk pasar pekerjaan. (Bisnis.com, BANDUNG)

Indonesia memang memiliki SDM yang sangat melimpah, namun dalam segi skill, pendidikan dan produktivitas nya masih rendah. Kalaupun pemerintah memiliki rencana-rencana strategis berupa KUKM, namun tidak dibarengi dengan SDM yang handal, maka tetap saja Indonesia tidak dapat bersaing dengan anggota-anggota ASEAN yang lain. Artinya, semakin memperbanyak pengguran lokal, masyarakat miskin akan bertambah, dan akhirnya akan berdampak buruk bagi negara Indonesia sendiri.

ASEAN Economic Community, sebagai sebuah konsep yang menyatukan negara-negara anggotanya menjadi sebuah kawasan bebas hambatan. Namun Alih-alih mewujudkan kesejahteraan bersama, yang ada justru mengemuka adalah negara-negara yang menjadi anggotanya justru saling berkompetisi satu sama lain, bukannya saling bekerja sama agar dapat terintegrasi. Hal ini disebabkan masih lemahnya kejelasan pembagian antara aturan bersama dengan legitimasi domestic suatu negara. Hal ini pula yang kemudian menyebabkan belum cukup kuatnya identitas regional ASEAN. (Hastin Umi Anisah Perpustakaan Unlam, 27 September 2014, TELAAH KRITIS ATAS ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015)

Bukan hanya Indonesia yang akan menjadi ‘korban’, lebih jauh lagi kesepakatan MEA berpotensi menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network). Dengan jalinan kerjasama dengan negara diluar asean, maka justru asean diposisikan sebagai pasar strategis bagi eksternal. Posisi negara maju dengan negara berkembang dalam kapitalis hanya akan membuat negara berkembang menjadi sasaran negara maju.

Sangat terlihat sekali bagaimana ekonomi Kapitalis menjadi sistem yang akan menguntungkan salah satu pihak saja dan banyak mengorbankan pihak-pihak lain. Seperti sebuah hukum rimba, dimana yang kuat lah yang akan menang dan bertahan. Yang kuat disini tentunya adalah para pemilik modal,terutama negara-negara maju yang sekarang memiliki infasi yang sangat kuat terhadap negara-negara berkembang, termasuk ASEAN. Dan tanpa disadari pula (atau malah sudah sadar), infasi tersebut merupakan upaya untuk semakin mengokohkan penjajahan terhadap negara-negara berkembang. Indonesia?? Yaa… Indonesia pun termasuk dalam negara berkembang pula.

Ekonomi Islam Sebagai TATANAN EKONOMI DUNIA YANG PRODUKTIF DAN BERKEADILAN
Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, tentunya memahami bahwa Islam memiliki seperangkat aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Tidak terkecuali dengan sistem ekonominya.

Sesunguhnya Islam telah menawarkan kepada umat suatu sistem ekonomi yang dapat membangun kemandirian ekonomi sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam negeri serta sektor ekonomi lainnya. Namun, sistem ekonomi Islam tidak akan bisa menjadi solusi bagi permasalahn ekonomi Indonesia apalagi dunia , apabila hanya segelintir Individu atau perusahaan saja yang menjalankannya.

Disinilah penting nya sebuah negara yang menjadi penegak hukum dan perantara dalam penerapan sistem ekonomi Islam. Sistem Ekonomi Islam mengatur kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Kewajiban negara adalah memastikan tersedianya bahan baku, energi, modal dan pembinaan terhadap pelaku ekonomi rakyatnya. Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang terhadap negara lain sehingga betul-betul bisa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat, tentunya dengan penerapan sistem ekonomi Islam sebagai tatanan ekonomi dunia yang produktif dan berkeadilan.
Waalhualambishawab.

By. KSEI-FSQ FEB Unlam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar